Robin Simanjuntak

Monday, July 09, 2007

bergembira dalam pekerjaan

Pengkotbah 3: 16-22

Lama tidak menuangkan tulisan karena dua minggu ini sangat padat, ngajar setiap hari pada dua minggu lalu dan pada minggu lalu kotbah, ngajar dan kunjungan jemaat sehingga sulit nulis, belum lagi karena internetnya sering rusak. Hari ini niatnya memang mau menuangkan saat teduh dalam blog. Tidak di sangka renungan dari buku renungan J.I Packer hari ini mengambil bagian dari kitab pengkotbah berkaitan dengan pekerjaan. Dua minggu sibuk persiapan-persiapan ngajar dan kotbah membuat hati was-was, sudah maksimalkah persiapannya? Apalagi kotbah dan mengajar di kalangan orang yang yang cukup kritis. Tetapi tekanan kerja dan beratnya pelayanan bukan karena padatnya waktu, melainkan ketika melihat banyak ke tidakadilan dalam hidup ini.

Ketidakadilan tersebut bukan saja terjadi di pengadilan dimana hakim bertindak tidak adil terhadap terdakwa. Ketidakadilan bukan hanya terdapat di tempat keadilan semestinya dinyatakan tetapi di tempat yang lebih "baik" dan lebih "rohani" pun ketidakadilan dapat terjadi. Karena di pengadilan hakim masih mendengar kesaksian atau pembelaan dari tersangka atau saksi-saksi lainnya. Di pengadilan seorang hakim memutuskan perkara berdasarkan alibi yang kuat dan bukti-bukti yang kredibel. Yang kita lihat justru ketidakadilan juga di lakukan orang Kristen di dalam gereja. Ketidakadilan orang Kristen justru dilakukan secara subyektif dengan mengatas namakan Dia yang obyektif. Jemaat menilai dan menghakimi Hamba Tuhan dengan mengatas-namakan suara "rakyat", Hamba Tuhan menghakimi jemaat dengan mengatas-namakan suara "Tuhan", juga hamba Tuhan yang satu menghakimi hamba Tuhan yang lain dengan juga mengatas-namakan suara "Tuhan/pimpinan Tuhan". Atas nama pimpinan Tuhan seorang Hamba Tuhan bisa saja banyak menilai orang lain tidak benar. Dalam memutuskan perkara, seorang pemimpin bisa saja memutuskan suatu perkara tanpa bertanya atau cross check terhadap persoalan yang ada.

Dalam bagian pengkotbah ini ada beberapa hal di catat pengkotbah untuk melihat apa yang dapat kita pelajari ketika melihat ketidak adilan dalam hidup:
Ayat 16 " Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situpun terdapat ketiidak adilan dan di tempat keadilan di situpun terdapat ketidak adilan"
Ayat 17 " Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya"

Dalam ayat 22 sang pengkotbah menutup dengan kesimpulan "Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia daripada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?

Apa maksud sang pengkotbah? Bagaimana mungkin kita bergembira dalam pekerjaan kita jika banyak ketidakadilan dalam hidup? Bagaimana bisa bergembira jika segala sesuatu adalah sia-sia? Dalam hal ini kegembiraan dalam bekerja bukan di lihat dari sisi manusia yang bekerja, melainkan dari sisi Tuhan yang bekerja. Tuhan bekerja saat ketidakadilan terjadi, dan Tuhan bekerja dalam kesia-siaan yang dibuat manusia. Tuhan bekerja saat kita bekerja dan Tuhan memberikan kegembiraan pada kita itupun suatu anugerah. Bergembira dalam pekerjaan yang Tuhan berikan sekalipun pekerjaan itu sangat sederhana. Bergembira karena yang memberikan pekerjaan adalah Tuhan bukan manusia. Bergembira karena kita bekerja untuk Tuhan bukan untuk manusia. Sehingga sekalipun banyak ketidakadilan dalam dunia dan dalam pekerjaan kita, tetapi Tuhan bekerja lewat ketidakadilan tersebut. Emosi kadangkala naik dan turut sesuai irama kerja dan tekanan kerja namun tetap mengingat kasih setia Tuhan dalam pekerjaan kita. Jika kita harus membela keadilan, kita bersuara bukan karena kita di perlakukan tidak adil tetapi demi keadilan itu sendiri dinyatakan. Kita bersuara ketika melihat ketidakadilan terjadi atas orang lain, atas sesama kita.

Hari ini saya menonton acara oprah. Di kisahkan ada sekelompok orang Amish di Amerika yang sangat ketat sekali kehidupannya dan sederhana sekali dalam pekerjaannya dan gaya hidupnya. Mereka tingal di pinggiran Amerika. Mereka hidup dari hasil tanaman mereka dan mereka bekerja dengan rajin meskipun bekerja di peternakan atau pertanian. Mereka tidak mau memakai teknologi seperti TV, radio, telepon dll. Meraka bukan anti teknologi tetapi mereka tidak mau di ikat teknologi. Mereka hidup bahagia, bahkan mereka mengaku 100% hidup mereka utuh. Mereka hanya boleh pacaran di usia 17 tahun keatas dan selama pacaran tidak melakukan kontak fisik dengan pasangannya sampai mereka menikah barulah ada kontak fisik. 100% tidak terjadi perceraian diantara mereka bahkan tidak ada perselingkuhan di dalam komunitas mereka. Luar biasa. Apa yang membuat mereka seperti itu? anugerah Tuhan. Karena mereka adalah komunitas yang menganut Anabaptis yang mempraktekkan iman mereka. Kerja bagi mereka adalah anugerah Tuhan tanpa harus bersaing, berkompetisi dan malakukan ketidak adilan pada orang lain.

Itu hanyalah gaya hidup segelintir orang. Sementara milyaran orang di dunia ini tidak mau menjalani hidup seperti mereka. Jika banyak orang hidup dengan cara seperti komunitas Amish itu mungkin ketidakadilan dalam dunia ini dapat di tekan bukan? Mungkin kerja sebagai kegembiraan di dalam Tuhan lebih bermakna jika bekerja seperti mereka bukan? Namun, pertanyaanya, bagaimana terang dapat bersinar di tempat yang banyak terangnya? Memang di dunia ini banyak ketidakadilan dan banyak yang kita lakukan hanyalah keisa-siaan, namun terang kita bercahaya di tengah dunia yang tidak adil itu. Biarlah dalam segala sesuatu, apapun yang terjadi, dimanapun kita berada dan kemanapun kita melangkah kita dapat melihat Tuhan. Karena segala sesuatu indah pada waktunya.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home