Robin Simanjuntak

Thursday, May 31, 2007

Aku dan Dia serta mereka

I Kor 12: 12-26

Bagian ini di tulis oleh Paulus. Ia menginginkan kesatuan jemaat, namun kesatuan yang seperti apa? Paulus mencatat dua hal: satu tubuh dan satu roh. Tubuh bersifat material sementara roh lebih bersifat rohaniah. Dalam konsep tubuh Paulus menerangkan bahwa tubuh terdiri dari banyak anggota yakni kaki dan tangan (ayat 14), telinga dan mata (ayat 15), serta penciuman/hidung (ayat 17). Ada beberapa prinsip dasar yang Paulus ajarkan dalam bagian ini:
1. Tubuh itu satu dan anggotanya banyak (ayat 12)
2. Bagian tubuh saling barkait satu dengan yang lain (14-15)
3. Tubuh tidak seluruhnya hanya ada mata (17)
4. Ada anggota tubuh yang paling lemah yang sangat di perlukan (21)
5. Anggota-angota yang berbeda itu harus saling memperhatikan (25)

Dalam kaitan dengan semua contoh mengenai tubuh, Rasul Paulus mau mengajak kita untuk memahami bahwa di dalam gereja Tuhan ada banyak anggota jemaat dan ada banyak karunia-karunia rohani yang Tuhan berikan namun adakah semua itu di gunakan untuk kepentingan tubuh Kritus. Ada banyak gereja dan orang Kristen yang ingin bersatu namun tidak mengindahkan esensi dari kesatuan tersebut. Satu saja tanpa terpaut pada Yang Satu (Allah) dan Firman yang murni maka itu akan menjadi kesatuan yang semu. Sebaliknya ada gereja atau orang Kristen yang kurang memahami perlunya perbedaan dan keragaman dalam suatu komunitas orang percaya yang berguna untuk saling melengkapi, menajamkan dan membangun asal tetap dalam koridor yang tepat yakni Firman Tuhan.

Dalam hal perbedaan pendapat banyak orang Kristen dan pemimpin gereja yang kurang dewasa, mengganggap orang yang berbeda pendapat dengannya sebagai musuh. Banyak juga anggota-anggota jemaat ketika menyingkapi keragaman pikiran dan pendapat menjadi bingung karena kurang belajar. Memang kita senang kalau gereja bersatu dan tidak ada masalah, tapi apakah mungkin? Setiap gereja dan lembaga pasti ada masalah dan gesekan. Seorang dosen teologia saya yang belajar mengenai postmodern berkata kita harus menghargai adanya unity dan diversity dalam gereja, ia juga berkata pertumbuhan harus mencakup seluruh komunitas. Jika hanya satu atau dua saja yang maju bertumbuh maka itu belumlah pertumbuhan. Jika hanya satu orang saja yang menonjol maka itu belumlah pertumbuhan yang sehat. Pertumbuhan harus mencakup seluruh komunitas baik belajar bersama, bekerjasama, mengasihi bersama dsb. Kita yang menerima anugerah lebih banyak dari Tuhan mau membantu mereka yang lemah dan kurang.

Sudah sejauh mana saya mengasihi orang lain (dia atau mereka) sebagai tubuh Kristus? Bagaimana cara yang paling tepat mengatasi perbedaan yang ada di dalam gereja baik dalam hal doktrin/ajaran maupun dalam hal strategi/cara berpikir yang berbeda, serta keinginan yang berbeda diantara jemaat Tuhan? Tidak mudah, minta bijaksana Tuhanlah.

Wednesday, May 30, 2007

Bukan aku, tetapi Dia...

Matius 9:9-13

Bagian ini berbicara mengenai Matius pemungut cukai mengikut Yesus. Matius pemungut cukai yang di benci oleh saudara-saudara sebangsanya tiba-tiba bertemu dengan Yesus dan di panggil oleh Yesus. Ada dua kalimat Yesus yang penting dalam perikop ini.
Ayat 12 “bukan orang sehat yang memerlukan tabib tetapi orang berdosa"

Ayat 13 “…. karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar melainkan orang berdosa”

Panggilan Yesus adalah panggilan ilahi yang memiliki otoritas. Yesus memanggil orang-orang berdosa dan orang-orang sakit. Saat Yesus memanggil Matius di rumah cukai Ia mengajak “ikutlah Aku”. Kalimat ini bersifat:
1. Suatu desakan karena bersifat present active imperative yakni kalimat perintah yang menyuruh Matius segera dengan aktif mengikuti Yesus.
2. Matius sebagai murid adalah sebagai representative atau mewakili Kristus. Dalam hal ini sifat dan keteladanan Kristus harus di ikutinya.
3. Seumur Hidup. Mengikut Yesus tidak berhenti sampai Matius mati. Panggilan Yesus adalah panggilan seumur hidup bagi orang berdosa. Panggilan Yesus membawa manusia menjadi muridNya. Panggilan khusus ini di tujukan bagi umat pilihanNya yang menyadari keberdosaannya. Orang yang merasa dirinya benar dan tidak mentaati Allah tidak mungkin meresponi panggilan Allah.

Saya adalah orang berdosa yang dipanggil oleh Tuhan. Sampai saat inipun saya tidak mengerti mengapa saya yang di panggil Tuhan. Mengapa bukan orang lain yang lebih pandai, lebih bertalenta, lebih baik sifatnya? Pada waktu saya menetapkan pilihan untuk masuk sekolah teologi dan menjadi hamba Tuhan, itu bukan keputusan yang mudah sebab masih banyak cacat cela di dalam diri saya dan saat saya menyerahkan diri itu adalah panggilan seumur hidup. Saya percaya panggilan Tuhan itu pasti dan tidak berubah, namun apakah mungkin kita yang telah berubah? Ada banyak orang yang berubah daripada saat mereka dipanggil Tuhan, entah itu motivasi yang sudah berubah, mungkin juga militansi atau spiritnya yang telah berubah ataukah theologianya yang sudah berubah. Keberhasilan dan banyaknya pujian terhadap keberhasilan seringkali membuat banyak hamba Tuhan menjadi berubah orientasi melayaninya. Banyak hamba Tuhan akhirnya berubah. Dulu mereka mengatakan bukan aku tetapi Dia, sekarang mereka berkata bukan Dia tetapi aku. Dulu sebelum bertobat si “aku” lebih bersifat duniawi tetapi sekarang si “aku” dibungkus dengan kalimat-kalimat rohani. Dulu bekerja di ladang Tuhan demi untuk kerajaanNya datang, sekarang agar kerajan ku yang muncul.

Sudah seberapa sungguh saya menjalani panggilan Allah? Apakah saya murid Tuhan yang setia? Masihkah keinginan untuk belajar itu ada dalam diri saya? Belajar untuk taat kepada Tuhan selalu.

Tuesday, May 29, 2007

Tetap Sadar

Mazmur 130:1-8

Bagian Firman Tuhan ini adalah nyanyian ziarah yang berisi pergumulan penulis dalam keadaan yang sedang penuh pergumulan akan keberdosaan dirinya di hadapan Allah. Suatu permohonan atau teriakan yang di tujukan kepada Allah seolah frustasi dengan kedaan dirinya.


Ada tiga poin yang bisa kita dapatkan dalam mazmur 130 ini:



  • Permohonan yang di sertai kesadaran (ayat 5-6). Ada dua hal yang dikatakan pemazmur yakni jiwanya menanti-nantikan Tuhan dan mengharapkan firmanNya. Penekanan di berikan pada ayat 6 “Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih daripada pengawal mengharapkan pagi”. Konteks pengawal pada masa itu adalah mereka yang bertugas berjaga-jaga atas kota dimana mereka menjaga benteng agar tidak di kuasai oleh musuh. Para pengawal harus senantiasa aware. Dengan kata lain mereka harus senantiasa celik mata untuk melihat sekelilingnya, dan tidak terpejam sepanjang malam saat berjaga-jaga. Sikap aware ini harus di praktekan dengan mereka berdiri tegak, berkeliling ke setiap sudut dan mata mereka tajam melihat segala kemungkinan jika ada musuh datang atau ada orang yang berusaha menyusup.

  • Ajakan pemazmur untuk Israel senantiasa percaya pengampunan Tuhan (ay 7-8). Dalam ayat 7 NIV lebih menegaskan bahwa Tuhan mempunyai unfailing love dan full of redemption. Disini pemazmur menegaskan diriNya. Allah adalah kasih dan Ia memiliki sifat kasih yang di realisasikan dengan tindakan penebusan kepada umatNya.

  • Permohonan yang disertai pengharapan (ayat 3-4), suatu keyakinan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang mengampuni dosa sekalipun banyak pelanggaran yang telah di perbuat oleh sang pemazmur.

    Apa yang di dapat penulis melalui saat teduh ini adalah bagaimana kita sebagai orang percaya menjalankan prinsip berdoa. Di dalam doa harus ada pengharapan, pengharapan agar doa kita di kabulkan Tuhan sekalipun demikian kita tetap bergantung pada kedaulatan Allah. Pengertian kita akan kedaulatan Allah inilah yang akan membuat kita menanti-nantikan Tuhan dan mengharapkan firmanNya. Kesetiaan untuk menanti-nantikan jawaban dari Tuhan selalu berkorelasi dengan kebergantungan yang total akan Dia. Kita harus senantiasa aware dengan keadaan diri kita yang lemah. Seringkali kita tidak sadar akan siapa diri kita atau bahkan lupa siapa kita dihadapan Tuhan.
    Iman disini berkaitan dengan berpengharapan kepada Allah. Iman Pemazmur membuatnya tetap aware dan memiliki pengharapan kepada Allah. Iman orang percaya bukanlah alat untuk mengubah Tuhan. Iman bukanlah kuasa yang sanggup mengganti rancangan Allah, tapi iman adalah berharap kepada dia dengan tidak jemu-jemu.

    Menggumuli kehendak Allah dalam hidup kita adalah suatu pekerjaan yang tidak ringan. Pencarian itu tidak akan selesai selama kita tidak bergantung pada Dia, bahkan saat kita telah bergantung totalpun pencarian itu belum selesai. Apakah saya dapat seperti pemazmur yang mengatakan jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi? Apakah selama ini Tuhan yang kunanti-nantikan dan firmanNya yang kuharapkan lebih dari kesuksesan pelayanan dan bertambahnya jiwa yang di Injili? Ini harapanku